PERNYATAAN Ketua PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang menyebut KPK hanya mengubek-ubek masalah Hasto Kristiyanto dinilai sebagai bentuk petik ceri (cherry picking). Pasalnya, PDIP dia menilai turut berkontribusi menyebabkan KPK berada dalam ketiak penguasa lewat revisi Undang-Undang KPK saat partai tersebut masih mesra dengan Joko Widodo.
"Ya ini namanya politik cherry picking. Artinya, politik pilah-pilah," kata peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah kepada Media Indonesia, Jumat (10/1).
Menurut Herdiansyah, wajar jika Megawati mengomentari langkah penegakan hukum yang dilakukan terhadap Hasto saat ini. Sebab, langkah yang dilakukan KPK itu berkaitan langsung dengan kepentingan Megawati selaku Ketum PDIP.
"Tapi kalau dalam posisi KPK sekarang adalah KPK yang dibangun berdasarkan upaya pelemahan pascarevisi UU-nya, kan, kita enggak melihat reaksinya PDIP," terangnya.
Bagi Herdiansyah, penegakan hukum yang dilakukan KPK ke Hasto saat ini tidak merupakan buah atas politik hukum yang diambil PDIP sendiri karena sudah melemahkan KPK.
"Kalau KPK sekarang seolah-olah menyerang balik PDI-P, itu juga adalah buah dari kerjaan PDI-P. Jadi keliru pernyataan Megawati itu," ujar Herdiansyah.
Terlepas dari pernyataan Megawati yang petik ceri, Herdiansyah berpendapat bahwa KPK saat ini tidak bekerja sebagaimana mandat reformasi. Dengan demikian, ia setuju jika ada pihak yang mengatakan bahwa sekarang KPK lebih dijadikan sebagai alat gebuk politik.
"Kalau memang KPK itu objektif, dari dulu perkara Hasto itu diselesaikan. Kenapa baru sekarang setelah Jokowi sudah tidak jabat sebagai presiden? Saat PDI-P udah lepas. Jadi kepentingan politik itu terasa banget," pungkasnya. (Tri/I-2)